PERBAIKAN MAKALAH
PEMBELAJARAN IPS AUD
“ Paradigma pengajaran dan
pemeblajaran IPS ”
Dosen Pengampu : Dodi
Harianto, S.Pd.I.,M.Pd.I.
Disusun Oleh : Kelompok 3
1. CAHYANI AGUSTINA (
TRA.151748 )
2. INDAH IBRAHIM (
TRA.151758 )
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA
DINI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2017
Kata Pengantar
Assalamualaikum
warohmatullahi wabarokatu
Alhamdulillahirombil’alamin,
marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya
lah makalah ini dapat terselasaikan demi memenuhi tugas mata kuliah “
Pembelajaran IPS AUD ” dengan judul “Paradigma pengajaran dan pemeblajaran
IPS”. Sholawat dan salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, manusia paling mulia, teladan seua umat muslim dan seorang
pelopor yang telah membwa umat muslim dari zaman jahiliyah menuju alam yang
terang benerang ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan serta dapat
berguna bagi yang membaca. Apabila terdapat kesalah dalam penulisan makalah
ini, kami berharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pembuatan
makalah yang akan datang. Kami ucapkan terimakasih.. Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
......................................................................................................
Daftar Isi
.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.......................................................................................
B. Rumusan Masalah
..................................................................................
C. Tujuan Penulisan
....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Paradigma……………………………………………
B. Memahami paradigma
IPS……………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
IPS merupakan suatu program pendidikan dan
bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan.
Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies
(NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”.
Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum,
sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Paradigma
2. Memahami paradigma IPS
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian
Paradigma ?
2. Mengetahui Memahami
paradigma IPS ?
BAB II PEMBEHASAN
A. Pengertian Paradigma
Sistem pendidikan di
Menurut C. J. Ritzer, paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuan mengenai
apa yang menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang
ilmu pengetahuan tertentu. Menurut Guba, pengertian paradigma adalah sekumpulan
keyakinan dasar yang membimbing tindakan manusia. Secara etimologis, istilah
paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “para” yang
artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan,
ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah
paradigma diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang
digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran atau
pun perspektif umum berupa cara – cara untuk menjabarkan berbagai macam
permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.
B. Memahami paradigma IPS
Indonesia
terdapat 3 jenis program
pendidikan sosial yaitu ilmu-ilmu Sosial (IIS), Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial (PIPS) dan Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS). IIS
dikelola dan dibina di fakultas-fakultas keilmuan sosial dan humaniora murni,
PIPS merupakan program pendidikan sosial pada jalur pendidikan sekolah dan luar
sekolah sedangkan PDIPS merupakan program pendidikan guru IPS yang dikelola dan
dibina di Fakultas Pendidikan IPS (Sosial). Tujuan utama dari program ini
adalah untuk menghasilkan guru IPS dan PPKN yang pada dasarnya menguasai
konsep-konsep esensial ilmu-ilmu sosial dan materi disiplin ilmu lainnya dan
mampu membelajarkan peserta didiknya secara bermakna. Oleh karena itu, dalam
program pendidikan ini dituntut untuk mempelajari 3 kelompok program kurikuler
yaitu kelompok mata keilmuan sosial dalam rangka pembelajaran IPS, teknologi
pembelajarna IPS dan kurikulum serta pembelajaran IPS persekolahan. Konten dari
ketiga kelompok mata kuliah ini 6 perlu dilihat secara konseptual sebagai suatu
sistem pengetahuan terpadu dalam rangka perkembangan kemampuan kepribadian, dan
kewenangan guru IPS dan PPKN. Konsep “Social Studies” secara umum berkembang di
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang telah menujukkan reputasi
akademis dalam bidang sosial, seperti dengan berdirinya National Council for
The Social Studies (NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935. dalam pertemuan
ini, disepakati bahwa “Social Science as the Core of the Curriculum” yaitu
menempatkan bahwa social studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada tahun
1937, pilar historisepiostemologis, social studies yang pertama, berupa suatu
definisi tentang “social studies” yang berawal dari Edgar Bruce Wesley yaitu
The Social Studies Are The Social Sciences Simplified Pedagogical Purpose yang
artinya bahwa “The Social Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan
untuk tujuan pendidikan. Kemudian dikembangkan bahwa social studies berisikan
aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi,
psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Berdasarkan pengamatan Edgar Bruce
Wesley selama 40-an tahun bahwa bahwa bidang social studies mengalami
perkembangan dengan adanya ketakmenentuanm ketakberkeputusan, ketakbersatuan,
dan ketakmajuan terutama pada tahun 1940-1970-an. Pada periode ini, merupakan
periode yang sangat sulit dalam menjalankan social studies. Antara tahun
1940-1950-an, “social studies” mendapat serangan dari segala penjuru yang pada
dasarnya berkisar pada pertanyaan mesti atau tidaknya “social studies”
menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Pada tahun 1960-an
timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikanm, yang secara khusus
dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam bidang social studies yang
dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Kedua kelompok
ilmuwan ini terpikat oleh “social studies” karena pada saat pemerintahan
federal menyediakan dana yang sangat besar untuk pengembangan kurikulum. Dengan
dana ini, para ahli bekerja sama untuk 7 mengembangkan proyek kurikulum dan
memproduksi bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar.
Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan “The New Social Studies”.
Namun demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatkan The New
Social Studies ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus menerpa social
studies adalah mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan pembelajaran yang
saling bertentangan dan pertikaian mengenai isi pembelajaran. Pada tahun
1940-1960 terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies, disatu pihak
adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk
tujuan citizenship education dan di lain pihak terus bergulirnya gerakan
pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi
social studies education. Hal ini merupakan dampak dari berbagai penelitian
yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan
dengan pengertian dan sikap siswa. Selain itu, merupakan dampak dari opini
publik berkaitan dengan perang dunia II, perang dingin, dan perang korea serta
kritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan John Dewey tentang
pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik pendidikan persekolahan.
Gerakan The New Social Studies yang menjadi pilar dari perkembangan Social
Studies pada tahun 1960-an bertolak dari kesimpulan bahwa “Social Studies”
sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan
mempengaruhi perubahan siswa. Oleh karena itu, sejarawan dan ahli-ahli ilmu
sosial bersatu padu untuk bergerak meningkatkan Social Studies kepada taraf
higher level of Intellectual Pursuit yakni mempelajari ilmu sosial secara mendasar.
Dengan orientasi tersebut maka dimulailah era modus pembelajaran Social Studies
Education. Dari berbagai pandangan mendorong timbulnya upaya mentransformasikan
“Social Studies” ke dalam “Social Science” dan mengajarkan sebagai disiplin
Akademik yang terpisah. Gerakan inilai yang mendorong berdirinya The Social
Science Education Concortium (SSEC) yang kemudian 8 menerbitkan bukunya yang
pertama Concept and Structure in The New Social Studies Curriculum. Pada akhir
1960-an adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik yang
terpisah-pisah ke suatu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner. Definisi
“Social Studies” dan pengidentifikasian “Social Studies” atas tiga tradisi
pedagogis dianggap sebagai pilar utama dari “Social Studies” pada tahun 1970-an.
Dalam definisi tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu pertama Social
Studies merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu, kedua misi utama Social
Studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang
demokratis, ketiga sumber utama kontek Social Studies adalah social sciences
dan humanities, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang demokratis
(Barr dkk, 1978) pada tahun 1980-1990-an pemikiran mengenal Social Studies yang
sebelumnya dilanda masalah, secara konseptual telah dapat diatasi. Dilihat dari
karakteristik dan tujuannya, Social Studies Education atau Social Studies yang
dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap menempatkan pendidikan kewarganegaraan
yaitu pengembangan Civic Responsibility and Active Civic Participation sebagai
salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The Board of Directors of The National
Council fot The Social Studies mengadopsi visi terbaru mengenai Social Studies
yang kemudian diterbitkan dalam dokumen resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul
Expectations of Excellence; Curricullum Standars for Social Studies. Pembahasan
tentang pendidikan IPS tidak bisa dilepaskan dari interaksi fungsional
perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praktis pendidikannya.
Interaksi fungsional disini adalah bagaimana perkembangan masyarakat
mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan pendidikan IPS dan bagaimana tubuh
pengetahuan pendidikan IPS turur memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan
warga negara yang cerdas dan baik, yang dapat memberikan kontribusi yang
bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Pemikiranm mengenai konsep
pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi 9 oleh pemikiran “Social
Studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negar ayang memiliki pengalaman
panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam reputasi tersebut tampak
dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari
berbagai karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council for The
Social Studies (NCSS). Konsep Pendidikan IPS di Indonesia secara historis
epistemologis terasa sangat sukar karena dua alasan yaitu di Indonesia belum
ada lembaga profesional bidang IPS sekuat pengaruh NSCC atau SSEC dan
pembelajaran IPS sangat tergantung pada pemikiran individual atau kelompok
pakar. Konsep IPS pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun
1972-1973 yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP
Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah, pendidikan
kewarganegaraan / Social Studies sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Dilihat
dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini
pendidikan IPS terpilah dalam dua arah yaitu : PIPS untuk dunia persekolahan
yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora
yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan
persekolahan PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang merupakan
penyeleksian secara ilmiah dan meta psiko pedagogis dari ilmu sosial humaniora
dan disiplin lain yang relevan untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Untuk menelusuri
perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis
epistemologis terasa sangat susah karena dua alasan. Pertama, di Indonesia
belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh
NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI
(Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan
produktivitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada
pertemuan tahunan dan komunikasi antar anggota masih insidental. Kedua,
perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan
(disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan
atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan
perangkat kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan Kurikulum dan Sarana
Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur).
DAFTAR PUSTAKA
Ischak, dkk. 2005.
Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Muhammad Numan Soemantri.
2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya Sapriya.
2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Udin S. Winataputra.2009.
Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
www.google.com
http://husnil-ahfan.blogspot.com/2011/12/paradigma-pendidikan-ips-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar